7.2.15

Seharusnya.........

Aku merindukan semburat merah langit senja.
Namun, apa daya?
Mendung masih menggelayut manja ketika aku menyandarkan punggungku di kursi beranda..

Angin membelai mesra.
Sedikit menggelitik bulu roma.
Membuatku ingin menutup mata.. 
Entah, mungkin juga menutup mata selamanya..

Sesungguhnya, aku enggan memikirkannya lagi..
Memikirkan alasan " Bagaimana mungkin aku terus mencintainya ketika aku ingin membencinya? Bagaimana mungkin aku terus mencintainya ketika aku tersakiti? "
Sesungguhnya pula, aku merasa jengah dengan pertanyaan itu.
Pertanyaan yang selalu aku lontarkan kepada diriku setiap saat saat..
Dan kurasa, itu sebuah pertanyaan retoris. 

Sekian lama aku menutup hati,
Sekian lama pula aku mengunci diri dibalik sugesti.
Cinta itu tidak ada. Cinta sejati takkan pernah ada. 
Ya aku bersembunyi dibalik itu semua.

Aku memiliki luka, luka yang seharusnya abadi.
Abadi? Konyol memang.
Luka dapat diobati bukan?
Akan tetapi, luka ini menolak untuk diobati. 
Luka ini jauh lebih berkuasa daripada diriku sendiri.
Dan karna luka ini...
Aku semakin mengunci rapat hatiku..

Namun, kau hadir.
Kau mendobrak pintu yang telah kututup rapat.
Kau mengoyak segala pertahanan yang telah kubuat.
Kau mengobati luka yang seharusnya abadi..

Aku merasakan debaran yang membuncah..
Aku merasakan gemuruh yang besar..
Aku merasakan..... Oh aku merasakan apa?
Entah, yang pasti aku bahagia..

Selalu menanti tawa renyahmu..
Selalu menanti tatapan isengmu..
Selalu menanti senyummu....
Ah! 

Sadarkah dirimu? 
sedikit sentuhanmu, mengubah emosiku
sedikit celotehanmu, mengubah mimpiku.....

Dan aku berharap, sedikit cintamu, mengubah duniaku....

NAMUN,
akhirnya aku terluka lagi.....
Di saat yang sama aku mencintaimu,
kau mencintai dia yang lain..
Di saat yang sama aku mencintaimu..
kau mengharapkan dia.. 
Dia, bukan aku.

Mengapa tidak ada jeda antara cinta kita?
Kita? Ya, cintaku padamu. Dan cintamu padanya.
Seharusnya segala hal itu memiliki jeda..
Mengapa tidak ada jeda untuk kau tinggal sejenak di sini?
Dan haruskah aku membiarkan kau untuk pergi?

Dan seharusnya kau sadar, 
dibalik senyummu tentangnya..
tersimpan pula luka dibalik senyumku.

Kau menyembuhkan luka yang seharusnya abadi..
Namun, kau goreskan lagi luka.
Kau goreskan sembilu ke hatiku.
Perasaan sakit mengucur dari luka itu.

Sesak di dada membuncah..
Seharusnya,
aku dan kau terperangkap dalam rasa yang sama.
AH seharusnya....... kita memang bersama.

Haruskah aku menutup pintu hatiku lagi?
Namun, aku tau, kau masih terperangkap di sana.
Bagaimana caraku membuatmu keluar..
Seharusnya aku tahu..
Namun, aku takut..
Aku takut jika aku tak mampu mencinta (lagi)

Terlalu banyak seharusnya.....
Seharusnya pula, aku lelah dengan semua ini..





No comments: